Di tengah semangat kebangkitan bangsa pasca-kemerdekaan, masyarakat Dusun Sepat, Desa Duyungan, menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi generasi penerus. Pada sekitar tahun 1950, para orang tua di dukuh ini mulai berinisiatif untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan formal, meskipun pada saat itu pendidikan masih merupakan sesuatu yang langka, terutama di pedesaan.
Dengan penuh semangat, mereka mengirimkan anak-anaknya untuk menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) yang berada di Desa Tegalkodo. Namun, jarak dan keterbatasan fasilitas menjadi tantangan tersendiri. Kesadaran akan kebutuhan sekolah yang lebih dekat pun semakin meningkat, hingga akhirnya, dua tahun kemudian, Pemerintah Desa Duyungan mengambil inisiatif untuk mendirikan sekolah di Dusun Sepat. Masjid An-Nuur menjadi tempat pertama bagi kegiatan belajar-mengajar di daerah tersebut.
Sebagai bagian dari Muhammadiyah, organisasi Islam yang memiliki perhatian besar terhadap pendidikan, madrasah ini mendapat dukungan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta. Para guru dan kepala madrasah pertama pun dikirim langsung dari sana untuk membimbing para siswa di sekolah baru ini. Awalnya, sekolah ini diberi nama Mambaul Ulum, yang berarti “sumber ilmu.” Namun, seiring dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan sekolah-sekolah untuk menginduk dengan organisasi masyarakat (Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama), namanya berubah menjadi MI Muhammadiyah.
Sejak didirikannya, sekolah ini menjadi pusat pendidikan baik umum maupun Agama Islam yang memberikan harapan bagi masyarakat sekitar. Banyak anak-anak yang sebelumnya tidak memiliki akses pendidikan formal akhirnya bisa mendapatkan ilmu yang lebih baik. Madrasah ini berkembang secara bertahap dengan berbagai tantangan yang dihadapi, baik dari segi fasilitas, jumlah tenaga pengajar, maupun jumlah peserta didik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 1988/1989, sekolah ini mengalami perubahan nama menjadi MI Muhammadiyah 13 Duyungan, seperti yang dikenal hingga kini. Perjalanan sekolah ini tidak terlepas dari peran besar Keluarga Mbah Ngarfiah, yang mewakafkan tanah dan rumah mereka sebagai tempat berdirinya madrasah. Wakaf ini menjadi fondasi penting bagi keberlangsungan pendidikan formal yang bernafaskan Islam di Dusun Sepat-Mojoroto Desa Duyungan, menjadikannya lebih kokoh dan mampu bertahan dalam berbagai kondisi sosial dan ekonomi.
Sepanjang perjalanannya, MI Muhammadiyah 13 Duyungan telah dipimpin oleh berbagai kepala madrasah yang berjasa dalam mengembangkan pendidikan di wilayah tersebut. Setiap kepala madrasah memiliki peran besar dalam membangun kurikulum, meningkatkan mutu pendidikan, serta memperkuat karakter Islam kemuhammadiyahan di kalangan peserta didik. Berikut adalah daftar kepala madrasah yang pernah memimpin:
Pada era kepemimpinan masing-masing kepala madrasah, berbagai inovasi dan perkembangan telah terjadi. Misalnya, peningkatan fasilitas ruang kelas, pengadaan buku-buku pelajaran, serta program-program ekstrakurikuler yang memperkaya pengalaman belajar siswa. MI Muhammadiyah 13 Duyungan juga aktif dalam berbagai kegiatan pendidikan di tingkat lokal maupun daerah, sehingga menjadikannya sebagai salah satu sekolah Islam unggulan di wilayahnya.
Dengan mengusung motto “Cerdas, Ceria, Santun, dan Berprestasi” yang selalu dijunjung tinggi oleh seluruh keluarga besar MI Muhammadiyah 13 Duyungan, sekolah ini terus berkembang sebagai lembaga pendidikan yang berkomitmen untuk menghasilkan generasi penerus yang cerdas serta berakhlak mulia. Semangat para pendiri dan perjuangan masyarakat Dukuh Sepat menjadi sumber inspirasi dalam perjalanan panjang sekolah ini di dunia pendidikan. MI Muhammadiyah 13 Duyungan terus menempatkan nilai-nilai Islam dan kecintaan terhadap ilmu sebagai prioritas utama.